Jumat, 10 Januari 2020

Cara Mendapatkan Kaos Clekit Wahyu Kokkang dan Cerita Fans ‘Sejati’

Gadis Rantau
Jika Mujur Kamu akan Dapat Kaos dari Wahyu Kokkang


- Terkadang Wahyu Kokkang sedang baik hati. Tiba-tiba dia memilih beberapa teman facebooknya untuk dikirimi Kaos Clekit. Tentu tidak sedikit yang menginginkan untuk bisa mendapatkan Kaos Clekit, kalau bisa punya kaos itu dengan gratis. Lebih-lebih jika kaos itu sebagai hadiah, dan yang memberi adalah sang idola langsung. Rasanya pasti waw banget.

Saya termasuk salah seorang yang beruntung, mendapat kiriman kaos dari Wahyu Kokkang. Keberhasilan saya mendapatkan kaos dari Mas Wahyu Kokkang tidak menjamin tips dan cara mendapatkan Kaos Clekit langsung darinya juga berhasil. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.

Sebelum saya berikan tipsnya, saya ceritakan sedikit tentang ‘hubungan’ saya dengan si Clekit yang suka bikin pembaca terpingkal dan tergelitik. Pertama saya ‘mengenal’ Clekit sejak SMA kelas 3. Sekitar tahun 2006 saya menikmati Kartun Clekit di harian Jawa Pos. Tentu saya tidak membelinya, saya baca di sekolah. Hahaha. #gakbondo.


Sejak itu, saya berusaha menirunya. Maksudnya, berusaha menciptakan karakter kartun sendiri yang suka sentil sana sentil sini. Maka lahirlah karakter ‘Ludhes’. Nama ‘Ludhes’ juga terinspirasi dari ‘Clekit’, sama berbahasa jawa dan bermaksud untuk ‘tegas’. Jika Wahyu Kokkang bisa membuat hati pembaca yang tersindir menjadi clekitan (tersentil/sakit),  maka saya bisa membuatnya ludhes, hancur tak tersisa. Utopis.

Dasarnya tidak punya bakat gambar. Nasib Ludhes tidak mujur-mujur amat. Paling banter dia hanya muncul di mading sekolah. Itupun tidak melalui proses penerbitan. Setelah saya gambar saya tempel sendiri di ruang kosong papan informasi. Akhirnya saya menyerah, sesekali saja Ludhes masih muncul dalam kertas, tapi saya masih selalu menikmati Clekit di Jawa Pos.

Ini Penamapakan Karakter 'Ludhes'
Kemudian, ketika sudah mengenal internet, maklum saya baru punya akun email saat kelas 2 SMA, berarti baru sekitar tahun 2007. Itupun aksesnya di laboratorium sekolah dengan kecepatan internet yang super lambat. Sejak saat itu, saya juga mengetahui bahwa Mas Wahyu Kokkang, kreator Clekit, juga memposting karya-karyanya di akun blog wordpressnya.

Tapi kok lupa ya alamat blognya apa. Kalau tidak salah http://clekit.wordpress.com. Sejak membuka blog Mas Wahyu itu saya baru tahu bahwa dia punya slogan: Hidup Penuh Alat Vital, eh Vitalitas! Kesalahan yang disengaja.

Di kelas 3, saya menikmati Clekit tidak sendirian. Ada teman sekelas, sebangku malah, yang juga suka menggambar. Bakatnya jauh lebih baik di atas saya. Saya banyak berguru padanya, tentu saja secara diam-diam. Namanya adalah Larasadi Harya (Fbnya: Lapar Maroon). Saat itu, dia memakai indentitas ‘TjTjDD’ di setiap karya gambarnya. Singkatan dari Tjitjak-Tjitjak di Dinding. Absurd. Bersama Haryalah, saya membahas ‘Clekit’ yang sudah dibaca di perpus sekolah.

Persinggungan dengan ‘Clekit’ kembali muncul setelah tahun kedua kuliah. Ada mata kuliah Analisis Wacana, diampu oleh Dr. Sukatman. Dosen yang memberikan kebebasan kepada mahasiswanya untuk memilih objek penelitian untuk tugas akhir matakuliah tersebut. Saya memilih Clekit Jawa Pos sebagai objek penelitian.

Pada saat  menyusun tugas akhir mata kuliah Analisis Wacana tersebut, Wahyu Kokkang sudah tidak lagi aktif mengunggah karyanya di blognya. Maka selain mengunduh karya dari blog, saya juga mengambil  data penelitian dari koran langsung. Dipindai dan dijadikan data penelitian. Karena saya mengerjakan tugas yang saya senangi (mendalami makna kartun Clekit) dari segi ilmiah, maka tugas itu terasa ringan. Serta menjadi salah satu tugas paling niat yang pernah saya kerjakan.

Ketika awal kuliah, saya juga sudah punya akun facebook. Juga sudah mencari akun Wahyu Kokkang, ketemu, ditambahkan teman. Tapi, lamaaaaa sekali tidak ada konfirmasi untuk menerima pertemanan yang saya ajukan. Sepertinya sudah lama Mas Wahyu tidak main-main di facebook. Baru kemudian setelah lulus kuliah, proposal pertemanan disetujui oleh Wahyu Kokkang.

Selanjutnya, saya kembali menikmati karya-karya Wahyu Kokkang dari Koran Jawa Pos (lagi-lagi di baca di sekolah). Bedanya dulu, awalnya saya membaca Clekit saat masih menjadi siswa, sekarang membaca Clekit di sekolah ketika sudah menjadi guru. Selain dari koran, juga membaca karya Wahyu Kokkang melalui facebook ketika dia (Wahyu Kokkang) sedang baik hati dan mengunggahnya. Biasanya sehari setelah versi korannya.

Karena tertarik dengan penggunaan bahasa yang digunakan oleh Wahyu Kokkang, maka saya juga tertarik untuk membahasnya di blog ini, di http:// . Kebiasaan menganalisis karya Wahyu Kokkang sudah dilakukan sejak kuliah seperti yang saya tulis di atas. Maka keisengan saya model analisisnya juga tak jauh berbeda ketika menulis tugas kuliah. Eh, tak disangka tak dinyana, karena sering-sering menganalisis karyanya di blog, saya terpilih dari sekian orang teman Wahyu Kokkang di facebook.

Alasan memilih saya sebagai penerima Kaos Clekit Gratis langsung dari Wahyu Kokkang adalah karena saya sering membahas karyanya di blog saya. Ada pula orang yang terpilih karena sering membagikan karyanya di facebook dan memberikan komentar. Ada pula yang dipilih karena ulang tahunnya bulan saat Wahyu Kokkang bagi-bagi kaos. Ada pula yang dipilih karena nama facebooknya  (alasan absurd).  Maka alasan Wahyu Kokkang menjatuhkan pilihan siapa yang berhak menerima kaosnya seperti ketua umum partai menjatuhkan siapa calon gubernur yang akan diusung partainya: sak karepe dewe, kardiman (karepa dibik man menyaman), sak enake udele dewe. Maka, hanya Wahyu Kokkang dan Tuhan yang tahu.

Tapi, di samping ketidak-nalaran dan ketidak-jelasan pemilihan orang yang berhak mendapatkan kaos, ada misi besar Wahyu Kokkang, yaitu: menjaga untuk saling menghargai. Dalam berkarya, menurutnya, seperti kentut. Dikeluarkan, ya sudah, menjadi hak pembaca dan masyarakat umum. Mau dicaci, mau dipuji, atau pun tidak diperhatikan sama sekali itu bukan masalah. Maka, dia mengapresiasi orang yang telah mengapresiasi karyanya. Baik yang sekadar membaca, yang mengomentari, yang membagikan ke orang lain, maupun yang mengulas dari segi kebahasaannya.

Maka dari itu, dalam tulisan ini saya berikan tips untuk bisa berkesempatan mendapatkan kaos dari Wahyu Kokkang.

Pertama, kamu harus terlebih dulu punya akun facebook. Kalau tidak punya tinggal buat saja, karena tidak bisa beli di supermarket atau agen penjual pulsa.

Kedua, mintalah berteman dengan Wahyu Kokkang.

Ketiga, berdoalah jumlah pertemanan Wahyu Kokkang belum maksimal dan proposal pengajuan pertemanan bisa disetujui oleh Wahyu Kokkang.

Keempat, apresiasilah karya-karyanya. Juga karya orang lain. Karena apresiasi yang sesungguhnya tidak sebatas pada harapan profit, tetapi juga karena panggilan jiwa (terkadang kalimat saya lebih absurd daripada hidup penuh alat vital).

Kelima, jangan bersedih jika tak kunjung mendapat kaos clekit dari Wahyu Kokkang, karena orang yang terpilih belum tentu sepenuhnya mujur. Dan yang mujur (beruntung) belum tentu terpilih. Mbuhlah mumet.

Selamat mencoba.

Catatan:
1. Saya mengapresiasi karya Wahyu Kokkang dengan mengulasnya sebagai tugas mata kuliah dan keisengan di blog ini. Kemudian Wahyu Kokkang mengapresiasi kegiatan apresiasi saya. Berarti dia mengapresiasi sebuah apresiassi. Nah, tulisan ini setidaknya menjadi apresiasi terhadap apresiasi Wahyu Kokkang terhadap apresiasi saya. Salbut kan? Hahaha

2. Dalam judul artikel ini ada klaim 'Fans Sejati' tentu versi saya sendiri. Jika ada yang lebih ngefans ke Wahyu Kokkang, maka salam kenal.